Jelajah
IMG-LOGO
Berita Desa

TRI CIPTO BUDOYO MUDO

Create By 13 August 2019 1 Views
IMG

desagejagan.magelangkab.go.id (Selasa, 13 Agustus 2019), Kesenian adalah bagian dari budaya dan merupakan sarana yang digunakan untuk mengekspresikan rasa keindahan dari dalam jiwa manusia. Selain mengekspresikan rasa keindahan dari dalam jiwa manusia, kesenian juga mempunyai fungsi lain. Misalnya, mitos berfungsi menentukan norma untuk perilaku yang teratur serta meneruskan adat dan nilai-nilai kebudayaan. Secara umum, kesenian dapat mempererat ikatan solidaritas suatu masyarakat. Di Desa Gejagan khususnya di Dusun Wonogiri sampai sekarang kesenian-kesenian masih terawat dengan apik. Saking erat kedekatan antara masyarakat wonogiri dengan kesenian tersebut, Dusun Wonogiri memiliki 3 (tiga) bentuk kesenian yang tergabung dalam wadah Tri Cipto Budoyo Mudo. Kesenian yang dimiliki diantaranya :

1. Topeng Ireng

Topeng ireng adalah salah satu kesenian tradisional yang berkembang di daerah Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Topeng Ireng yang juga dikenal sebagai kesenian Dayakan, ini adalah bentuk tarian rakyat kreasi baru yang merupakan hasil metamorfosis dari kesenian Kubro Siswo

Berdasarkan cerita yang beredar di masyarakat, kesenian Topeng Ireng mulai berkembang di tengah masyarakat lereng Merapi Merbabu sejak zaman penjajahan Belanda dan dilanjutkan perkembangannya tahun 1960-an. Pada saat zaman Pemerintahan Belanda, pemerintah jajahan pada masa lalu melarang masyarakat berlatih silat sehingga warga mengembangkan berbagai gerakan silat itu menjadi tarian rakyat. Tarian itu diiringi dengan musik gamelan dan tembang Jawa yang intinya menyangkut berbagai nasihat tentang kebaikan hidup dan penyebaran agama Islam. Setelah itu perkembangan Seni Pertunjukan Topeng Ireng berkembang apabila umat Islam membangun masjid atau mushola, sebelum mustaka (kubah) dipasang maka mustaka tersebut akan diarak keliling desa. Kirab tersebut akan diikuti seluruh masyarakat disekitar masjid dengan tarian yang diiringi rebana dan syair puji-pujian. Dalam perjalanannya kesenian tersebut berkembang menjadi kesenian Topeng Ireng

Daya tarik utama yang dimiliki oleh kesenian Topeng Ireng tentu saja terletak pada kostum para penarinya. Hiasan bulu warna-warni serupa mahkota kepala suku Indian menghiasi kepala setiap penari. Senada dengan mahkota bulunya, riasan wajah para penari dan pakaian para penari juga seperti suku Indian. Berumbai-rumbai dan penuh dengan warna-warna ceria. Sedangkan kostum bagian bawah seperti pakaian suku Dayak, rok berumbai-rumbai. Untuk alas kaki biasanya mengenakan sepatu gladiator atau sepatu boot dengan gelang kelintingan yang hampir 200 buah setiap pemainnya dan menimbulkan suara riuh gemerincing di tiap gerakannya.

Setiap pertunjukan Topeng Ireng akan riuh rendah diiringi berbagai bunyi-bunyian dan suara. Mulai dari suara hentakan kaki yang menimbulkan bunyi gemerincing berkepanjangan, suara teriakan para penari, suara musik yang mengiringi, hingga suara penyanyi dan para penonton. Musik yang biasa digunakan untuk mengiringi pertunjukan Topeng Ireng adalah alat musik sederhana seperti gamelan, kendang, terbang, bende, seruling, dan rebana. Alunan musik ritmis yang tercipta akan menyatu dengan gerak dan teriakan para penari sehingga pertunjukan Topeng Ireng terlihat atraktif, penuh dengan kedinamisan dan religiusitas. Biasanya penarinya terdiri dari 10 orang atau lebih dan membentuk formasi persegi atau melingkar dengan gerak tari tubuh yang tidak terlalu kompleks. Para penari juga terlihat sangat ekspresif dalam membawakan tariannya

 

2. Gedruk

Istilah gedruk berasal dari "Gedroek"yang berarti hentakan kaki, dan setelah di proses gedruk di kombinasikan dengan topeng buto yang seram bersama krincing yang berada di kedua kaki pemain dan dengan berjalanya waktu istilah "Gedroek" menjadi Gedruk. Diperlukan kemampuan besar dalam menarikan gedruk agar “kemarahan” dan kelincahan sang raksasa bisa tergambarkan dengan baik dan sempurna.

 

3. CakaLele

Satu lagi nama kesenian yang mungkin masih asing bagi kita semua, cakalele. Bukan cakarlele lho ya! Namun “Cakalele” Kan lele juga tidak punya cakar! (punyanya kan patil). Mungkin dalam khasanah tarian tradisional Nusantara, kita kenal Tari Cakalele sebagai tarian perang dari wilayah Maluku. Namun yang saya ingin kami informasikan bukan Tari Cakalele yang dari Maluku, tetapi tarian Cakalele dari Dusun Wonogiri yang dibawakan secara apik oleh para pemuda pada setiap pementasan.  Cakalele adalah tarian perang tradisional Maluku yang digunakan untuk menyambut tamu ataupun dalam perayaan adat. Biasanya, tarian ini dibawakan oleh 30 pria dan wanita.Tarian ini dilakukan secara berpasangan dengan iringan musik drum, flute, bia (sejenis musik tiup).

Guna menjaga eksistensi dan keluwesan dalam setiap gerakan, minimal 1 (satu) bulan sekali para pemuda dan pemudi Dusun Wonogiri melaksanakan latihan (Topeng Ireng, Gedruk dan Cakalele). Dalam latihan tarian tersebut mereka pun tidak sungkan untuk ditonton oleh orang lain (khalayak ramai) dan bagi yang belum menonton/melihat langsung pada tanggal 26 Agustus 2019 ( https://youtu.be/J0ZRJjyeBUo ) akan ada pertunjukan dari Tri Cipto Budoyo Mudo. Bagi para pembaca yang berniat untuk menonton langsung latihan/mengundang kesenian tari dari Dusun Wonogiri bisa langsung menghubungi Bp. Priyadi selaku Kadus di Dusun Wonogiri (082314057068) atau juga bisa mengirimkan email ke : desagejagan2019@gmail.com